Sabtu, 03 Agustus 2013

Renungan Singkat

Pernah kesulitan mencari sesuatu yg biasa tak kita hiraukan sehari-hari? Bisa tukang dagang, kendaraan umum, atau apapun.

Saat membicarakan ini dengan supir taksi yang saya tumpangi, saya tersadar akan suatu hal. Mungkin kejadian-kejadian itu terjadi sebagai pelajaran buat kita agar tidak lupa bersyukur atas apa yang kita miliki.

Sesuatu yang biasanya ada, membuat persepsi kita menyatakan itu sudah sewajarnya ada dan membuat kita tidak memsyukuri keberadaannya.

Begitu juga dengan yang ada di sekitar kita, perhatian, kasih sayang, pertemanan, pekerjaan, harta, rejeki, dll. Saat semua ada, kita atau mungkin cuma saya, tidak menyadari betapa semua itu adalah berkah yang di berikan oleh Allah SWT.

Hal yang dianggap sederhana bahkan mungkin remeh, tapi kita tak bisa lepas dari itu semua. Sesuatu akan terasa dibutuhkan saat sudah tak ada. Semoga saya bisa mulai belajar mensyukuri semua yang sudah diberkahkan oleh-Nya.

Senin, 08 April 2013

Belajar Mengambil Gambar



Menyaksikan acara di televisi, yang paling menjadi perhatian adalah gambar. Walau televisi adalah media audio visual, peranan gambar mutlak menjadi faktor yang mendominasi. Jadi buat saya, walau saat itu di percaya menjadi reporter di Trans7, saya wajib bisa mengambil gambar. Reporter mengambil gambar? Mengapa tidak?

Beruntung, program pertama saya Laptop Si Unyil memberikan banyak kesempatan untuk bisa mempelajari cara mengambil gambar. Alasannya, karena saat itu kami di wajibkan untuk menunggu proses editing. Awalnya sih, rasa sebal ada. Soalnya, kita liputan dari pagi sampai sore, lalu malam hari harus jaga editing apabila sedang di kerjakan, atau sebaliknya. Malamnya jaga editing dan tetap harus berangkat liputan paginya. Lelah? Pasti.

Tapi dari proses menunggu editing itu, saya mulai  mengerti gambar apa yang dibutuhkan untuk sebuah cerita. Laptop Si Unyil menurut saya adalah salah satu program terbaik untuk belajar gambar yang saya tahu. Kenapa? Karena program yang di buat untuk anak ini harus menjelaskan dan menceritakan dengan jelas setiap cerita yang ingin disampaikan melalui gambar. Saat belajar mengambil, teman-teman kameraman saya sudah di haruskan bercerita melalui gambar. Tapi, itu bukan hal yang mudah ternyata untuk mereka dan tentunya saya.

Saya belajar mengambil gambar dari mereka yang juga masih belajar. Awalnya hanya mengambil stock shot. Ya, mengambil gambar benda mati yang kemungkinan bear tidak digunakan untuk tayangan kami saat itu. Tapi tidak ada masalah, karena saya cuma ingin bisa. Satu langkah awal saya percaya akan membawa ke langkah-langkah selanjutnya.

Di program ini, kameraman di tuntut untuk mengambil wide-medium-close up dari semua spot pengambilan gambar. Tujuannya untuk menunjukkan secara jelas kegiatan yang di jelaskan. Juga yang tak boleh lupa adalah detail-detail (extreme close up) pada kegiatan yang perlu. Menurut penjelasan dari bagian riset, anak-anak suka gambar yang close up dan detail.

Bulan demi bulan, saya pun mulai di percaya untuk mengambil bukan sekedar stock shot. Tapi juga mengambil sequence dari sebuah kegiatan. Terus menemani editing dan belajar dari teman-teman saya Aris, Windah, Angga, dan, Tebe membuat saya bisa mengasah skill mengambil gambar saya. Seiring waktu, mereka pun mulai tidak keberatan untuk bergantian mengambil gambar dengan saya. Ya, memberikan kesempatan pada saya untuk bisa belajar lebih.


Tapi ternyata aksi diam-diam saya mengambil gambar, ketahuan juga. Almarhum WDT, yang saat itu menjadi associate produser kami, menegur saya. “Lu jangan ngambil gambar dong. Keenakan campersnya. Dan gw tau ini bukan angle ngambil gambarnya gaya dia”. Tapi dia tidak marah pada saya setelah itu, tapi memberitahu kekurangan gambar saya apa, dan kita berdiskusi soal gambar.

Tahun demi tahun, saat kameraman baru mulai masuk, saya pun dapat kepercayaan lebih dari atasan untuk liputan bersama mereka sekaligus mengawasi gambarnya. It’s feels great! Seorang reporter di beri kepercayaan untuk mengawal gambar teman-teman baru di lapangan. Bahkan tak jarang saya menggantikan mengambil gambar saat liputan sudah berkejaran dengan waktu.

Bukan cuma itu, saya juga sempat menggantikan kameraman saya mengambil gambar saat sakit di luar kota. Andai saya tak bisa mengambil gambar, tentu ceritanya lain, dan saya bersyukur karenanya.
Bisa mengambil gambar ternyata juga berguna buat saya seorang reporter saat menentukan alur cerita. Saya jadi tahu apa itu gambar yang menarik untuk membuka paket dan tahu saat bercerita gambarnya memungkin atau tidak.

Seiring perjalanan saya berpindah program, saya menemukan banyak orang yang jago mengambil gambar dan saya belajar dari mereka. Belajar bisa dengan berdiskusi, bertanya, mengamati, dan mendengarkan penjelasan mereka.
Mulai dari Mas Daus, Kang Ilham, Bang Mukti, Om Cwibo, Alm. Mas WDT, Feri dan Harris di Laptop Si Unyil, lalu Harry Rossa di Selamat Pagi. Masing-masing punya keunggulan, dan saya bisa belajar berbagai macam referensi gambar. Di luar program, saya juga suka bertanya ke Ilham Jengkol tentang beberapa teknis gambar yang dia hasilkan, walau yang ini kurang sering, dan saya menyesal. Juga saat Kang Budi, Produser Jejak Petualang menjelaskan filosofi gambar pada kameraman, saya biasanya setia mendengarkan.


Juga dari beberapa teman yang cara mengambil gambarnya cukup unik dan bisa menambah pengetahuan saya, seperti Angga dengan mau usaha maksimal untuk mendapatkan gambar terbaik, Tebe dengan menyusun cerita gambar yang rapi, Rendro dengan eksplorasi gambarnya, Jay dengan gambar moving ala taichi-nya, dan masih banyak lagi.

Walau saya akui, sampai saat ini saya belum mahir mengambil gambar. Tapi saya masih punya banyak kesempatan belajar. Di kantor baru saya, Net Mediatama saya juga menemukan beberapa orang yang jago mengambil gambar. Jadi, saya siap belajar lagi.


Sabtu, 09 Februari 2013

Move...On...The Right Track...

Saat memutuskan untuk meninggalkan zona nyaman di akhir November 2012, di situlah saya mulai menantang diri saya untuk menjadi lebih dan lebih.  Banyak yang menanyakan alasan saya ingin pindah. Jawabannya adalah pengembangan diri. Dan terbukti, karena sekarang berat badan sudah naik 5 kiloan, hehe =).

Pengembangan diri yang saya maksud adalah kesempatan untuk belajar hal yang lebih. Saat di zona nyaman, banyak yang mengklaim saya sudah cukup baik, sehingga tak jarang di tugaskan untuk memberikan ilmu saya pada anak baru. Bukan saya tak suka berbagi pengetahuan dan pengalaman, tapi saya merasa apa yang saya punya belum apa-apa.  Makanya, saya harus terus meningkatkan kemampuan saya!

Di sini, di tempat baru ini, saya bisa banyak belajar. Ya..be-la-jar. Belajar dari hal yang paling dasar dalam membangun sebuah stasiun televisi. Ini pengalaman mahal kawan, dan saya menikmatinya. Kata siapa dengan pindah kerja akan lebih enak, naik jabatan akan lebih enak, dan bla..bla..bla lainnya. Bagi saya, dengan pindah kerja saya bisa jadi lebih pintar.

Tiga bulan menjalani petualangan baru saya, dan ini luar biasa. Belajar langsung dari orang-orang yang hebat dan menjadi bagian di dalamnya itu seperti dapat doping untuk semangat dan kreatifitas otak. Membuat suatu yang baru,  gak S-T-D, apalagi asal jadi itu bentuk perwujudan penghargaan kita terhadap diri dan karya kita. Kenapa demikian, karena buat apa kita membuang energi untuk menghasilkan karya yang biasa aja. Dan berada di antara orang-orang hebat ini memacu kita untuk berbuat yang lebih baik.

Perjalanan dan perjuangan masih panjang, jadi saya siap untuk terus belajar dan belajar. Sekarang saatnya lebih berkonsentrasi untuk menghadirkan konsep-konsep ini ke layar kaca.

Jadi, tunggulah @revolusimedia di tahun ini. Tunggu gebrakan kami! Mohon doa dan dukunganya, agar mimpi ini bisa secepatnya terwujud.