Kamis, 06 Juni 2019

Hanya Ingin Bercerita


Tahun ini usia saya menginjak 35 tahun. Tidak seperti kebanyakan laki-laki seusia saya, Saya belum menikah. Padahal dulu saya berencana menikah di usia 28-30 tahun. Bukan tak ingin menikah, apalagi saat melihat kawan bisa bercengkrama dengan istrinya atau bermain bersama anaknya, tapi memang mungkin belum takdirnya.

Kenapa mungkin? Saya memang bukan pria dengan daftar panjang pacar, tapi untuk satu dua wanita yang dekat dan mengajak serius, ada. Tapi ajakannya datang, di kala saya merasa belum siap atau mungkin takut menjalin komitmen.

Sebagai seorang pria yang terlalu banyak pertimbangan, entah kenapa saya kala itu takut menuju jenjang serius, saat penghasilan masih pas-pasan. Walau banyak rekan yang bilang dan membuktikan, rejeki itu rahasia Tuhan. Mungkin memang keimanan saya yang tipis, membuat saya berani meragukan Tuhan. Atau justru logika yang terlalu mengontrol laju hidup saya. Entah.

Tapi semua sudah lewat dan tak bisa terulang. Dan mereka yang pernah punya niat menjalani kehidupan bersama saya, biarlah jadi kenangan indah dalam coretan perjalanan seorang Dikfa.

Kini, desakan untuk menikah semakin kencang. Bukan hanya dari orangtua, tapi juga dari keluarga besar. Sayangnya mereka pada saya pun dituangkan dengan beragam cara. Saya tahu mereka hanya ingin melihat saya bahagia, dan turut dalam kebahagiaan itu, tapi saya butuh waktu. Ya, saya butuh waktu mencerna segala upaya yang terjadi sekarang. Mungkin karena saya cuma manusia, yang walau logika dikedepankan, hati tak bisa ditinggalkan.

Terjebak dalam kondisi ini, membuat saya yang mengaku penuh pertimbangan atas nama logika, tak bisa memprosesnya dengan cepat. Terjebak dalam kondisi ini, buat saya yang tak bisa mengontrol si hati untuk menjatuhkan pilihannya kemana, berat untuk beranjak.

Ibarat timbangan, ada yang mengisi sisi kanan dan kiri. Dan sampai kini masih saja tak berhenti bergoyang karena memang belum ada yang saya menangkan.
Kebahagiaan Orangtua jadi salah satu yang saya utamakan. Walau begitu, berat rasanya mengabaikan perandaian dan si hati ini.

Jujur, saat ini saya bingung. Bingung untuk bisa keluar dari situasi ini, mencapai yang saya inginkan, tanpa melukai mereka yang saya cintai dan hormati.

Manusia yang banyak mau ini, kini mungkin akan lebih banyak meminta petunjuk dari Tuhan, akan jalan terbaik yang bisa ditempuh.

©pamulang2019


Minggu, 24 Maret 2019

Puisi untuk Mawar

Rindu memang tak bisa merubah cerita kita, ku tau itu.
Tapi rasa ini tak bisa ku tolak, saat lewati komplek rumah mu.
Sekejap bayang wajah mu pun hadir di benak ku.
Dan membawa ku ke rasa pada mu di kala itu.

Kau memang mawar yang terlewat.
Yang meski wangi dan menawan, ku tak berani memetik mu.

Kau memang mimpi yang terawat.
Yang membuat tak ingin bangun, walau matahari menyapa ku.

Tapi kini kau telah bahagia, bersama dia yang berani.
Sedang ku masih saja, belum menemukan cinta sejati.

Mungkin ku harus hapus keistimewaan mu, sebagai patokan.
Mungkin ku harus tetap berjalan maju, kejar impian.

Teruslah bahagia bersamanya, dan malaikat-malaikat kecil mu.
Disini ku tersenyum lega, dan simpan semua memori tentang mu.

Mawar, sampai jumpa di kehidupan yang lain.

@240319-DKF