Rabu, 22 Juli 2020

Perkara Klepon


Dua hari belakangan, tiba-tiba klepon jadi perbincangan hangat. Bukan karena ada kreasi klepon keju atau teh hijau, tapi karena sebuah cara marketing pedagang kurma. Kue Klepon tidak Islami sebutnya dan beralihlah ke kurma yang dia jual. Hebatnya, caranya ini viral dan setidaknya sukses menyebarkan nama toko berjualan kurmanya.

Semua orang membahas, karena cara marketingnya menyerempet ideologi dan pemahaman sebagian orang Indonesia. Belum lagi netizen (yang merasa influencer) yang merasa punya pengaruh di dunia maya. Ramai-ramai tebar opini akan sebuah poster promosi penjualan kurma ini.

Uniknya, tulisan di poster promosi itu membuat sebagian orang sangat marah, terusik, dan ada juga yang mengelus dada. Membawa yang katanya berbau nilai agama di Indonesia memang sangat seksi. Gak heran kan kalau ada pergulatan politik, itu jadi senjata ampuh memecah belah golongan.

Kalau begini terus, bukankah karakter yang nyata ini akan terus mudah dimanfaatkan sebagian golongan yang berkepentingan. Sementara kamu, kita, netizen, influencer dan apapun sebutannya hanya jadi alat dan pasar. Mau sampai kapan hal seperti ini, bisa jadi alat bagi mereka?


Kapan kita mau sedikit menahan jempol untuk berpikir? Kapan kita mau melihat masalah dari spektrum yang lebih besar? Musuh terbesar kita mungkin bukan mereka yang pro dan kontra, tapi pengendalian diri.