Jumat, 27 Mei 2011

YANG TERKENANG, YANG TEREKAM, YANG TAK AKAN TERLUPAKAN

Maaf kir, saya tidak bisa meneteskan airmata saat kau pergi.

Mungkin saya bukan orang tepat untuk menulis ini, mungkin saya bukan sahabat terdekat mu, dan mungkin saya tak cukup memberikan mu perhatian. Tapi, saya tetap berusaha bercerita tentang mu yang masih terus melintas di benak ini.

Syakir yang saya kenal adalah seorang yang riang, penuh semangat, bisa menerima masukan, dan malas. Kenapa saya mengingat bahwa dia termasuk orang yang malas, karena malas itu yang mendekatkan kami di program pertama kami Laptop Si Unyil. Syakir sama malasnya dengan saya, tapi dia selalu bisa menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dibandingkan saya. Soalnya, dia orang yang cerdik. Dia tahu bagaimana mengefektifkan waktu dan mempunyai jaringan yang lebih baik dibandingkan saya.

Syakir orang yang tidak cepat puas. Berada di program anak-anak yang sebenarnya cukup nyaman, tak menghalangi keinginannya untuk tampil di layar kaca. Harapan itu pun seperti terjawab, dia di pindahkan ke program yang menuntutnya untuk tampil memanjakan mata pemirsanya. Hasilnya pun tidak mengecewakan, dia cukup berhasil merebut hati pemirsa dengan ke gayanya. Semua temannya pasti hafal bagaimana caranya berjalan.

Syakir pun sempat mengikuti audisi untuk menjadi seorang news presenter, tapi saat itu artikulasi menjadi hambatan baginya. Mungkin pihak kantor tidak pernah tahu, bahwa setiap malam dia terus berlatih di kostan saat itu untuk memperbaiki artikulasi dan memperbaiki cara membacanya. Tak jarang dia membawa kertas-kertas print-an naskah ke kamar saya dan meminta saya untuk mendengarkannya membaca.

Oh ya, saya lupa bercerita. Syakir, saya, dan teman-teman kami tinggal di satu atap kostan yang nyaman sejak tahun 2007. Di situlah kami semua biasa bertukar pikiran dan keluh kesah. Ucapan syakir yang selalu saya ingat, “bener tuh fa...”. Dia sepertinya satu-satunya orang yang selalu mengamini perkataan saya saat kami semua sedang berdiskusi.

Syakir akhirnya menemukan pacar yang sekarang sudah menjadi istri dan ibu dari anak-anaknya juga di kostan. Dia jatuh cinta dengan seorang perempuan yang gayanya sangat independen dan cuek. Perempuan itu berada di program yang sama dan satu kostan membuat usahanya lebih lancar. Walau kami, teman-temannya sempat ragu Syakir bisa menaklukan hati Windah. Tapi dia melakuannya dengan elegan, begitulah saya menyebutnya.

Syakir orang yang tidak pernah berhenti, dia selalu menginginkan hal baru. Suatu saat dia membeli vespa dan memutuskan meninggalkan kostan. Dia bilang ingin lebih dekat dengan keluarga dan lebih irit supaya bisa menabung buat menikah. Hal ini juga di sesuaikan dengan program yang dipegangnya, yang tidak menuntutnya untuk menghabiskan waktu kerja lebih lama.

Sejak hari itu, saya tidak terlalu sering menghabiskan waktu berdiskusi dengannya. Bahkan di kantor pun, saya mungkin orang yang paling jarang bisa berkomunikasi dengannya karena kesibukan. Dan saya menyesali itu, karena seharusnya saya bisa belajar banyak hal darinya.

Hari bahagia pun datang, Syakir mempersunting Windah. Tak bisa saya lupa senyumnya di pelaminan saat itu. Dia memang syakir yang penuh semangat. Tak lama, dia mengabarkan bahwa sang istri mengandung anak kembar. Dia bilang itu adalah bonus Tuhan baginya.

Si kembar pun lahir. Syakir makin dewasa karena menjadi seorang ayah. Dua buah hati itu adalah kebanggaannya dan yang saya tau pasti dia sangat mencintai kedua putranya. Suatu saat saya menawarkannya untuk bertukar program dengan saya, karena saya tahu sebenarnya masih ada hasrat darinya untuk tampil di layar kaca. Dengan yakin dia berkata, “Nggak ah fa, gak penting on cam. Yang penting tuh duit buat anak-anak gw.”

Mungkin, itu adalah percakapan terakhir saya dengan Syakir. Hal yang paling sesali adalah, saat dia menghampiri saya, dan sepertinya ingin ngobrol dengan saya, tapi saya seakan tidak terlalu memperhatikannya dan terkekang oleh apa yang harus saya selesaikan. Tapi, saat saya bilang masih sibuk, dia hanya tersenyum.

Sampai kabar di hari itu datang di saat saya sedang juga di kejar liputan. Saat itu rasanya saya lebih ingin tidak mempercayai berita itu. Saya coba konfirmasi ke teman-teman yang lain, dan tuhan memang memanggilnya lebih dulu.

Di hari itu saya tidak menangis, bukan karena tak ingin. Airmata saya seperti tertahan saat melihat semua sahabat kami meneteskan airmata saat jenazah datang ke rumah duka. Saat itu saya hanya bisa menenangkan teman-teman. Saya juga tidak menangis di hadapan istrinya, karena ingin dia tegar menghadapi ini semua.

Saat haru tangis kembali menghiasi pemakannya, saya tetap tidak menangis. Saya mencoba untuk tetap tegar dan bisa menguatkan teman-teman lainnya. Untuk itu, saya ingin minta maaf. Sahabat, walau airmata tak tertumpah, hati ini menangis mengantarmu bertemu Sang Pencipta. Namun saat ini, hanya doa yang bisa kami panjatkan semoga kau tenang disana. Kami akan berusaha ikut menjaga kedua putra yang sangat kau banggakan. Senyum mu disana, tetap terlihat. Selamat jalan sahabat.

DIKFA PURADISASTRA 27 MAY 2011

Minggu, 22 Mei 2011

Indah buat saya...

Indah itu saat orang hebat bisa rendah hati.

Indah itu saat kita tahu sudah cukup.

Indah itu saat masalah terselesaikan.

Indah itu saat dua orang hebat saling memuji.

Indah itu saat bisa meredam emosi.

Indah itu saat bisa bijaksana mengambil keputusan.

Indah itu saat berani bertanggungjawab.

Indah itu saat mengungkapkan rasa cinta.

Indah itu saat membuka pagi dengan senyum.

Indah itu saat mendapatkan yang kita butuh.

Indah itu saat dapat memenuhi janji.

Indah itu saat bisa membuat orang lain bahagia.

Indah itu saat mengetahui orang yang kita sayang bahagia.

Indah itu saat melihat orang meraih keberhasilan.

Indah itu saat orang tidak serakah akan harta.

Indah itu saat orang belajar dari keberhasilan orang lain.

Indah itu saat orangtua bisa bangga sama anaknya.

Indah itu saat anak berbakti kepada orangtuanya.

Indah itu saat kita berusaha adil.

Indah itu saat tak hanya dibayangkan, tapi dirasakan.

Indah itu saat ini, jangan tunda sampai nanti!