Selasa, 31 Juli 2012

Rokok, I'm in Pain

Kenapa saya tidak merokok? Karena lingkungan saya tidak memberikan contoh untuk itu dan saya bersyukur karenanya. Soal bahaya rokok, itu tidak akan saya tuliskan disini. Sudah banyak yang memuat tentang bahayanya, dan saya yakin setiap orang yang merokok pun sudah tahu akan konsekuensinya. Saya cuma mau cerita sedikit tentang rokok dari sudut pandang saya, seorang Dikfa.

Papa saya bukan seorang perokok, imam yang ada di rumah tidak memberikan contoh itu pada saya. Pernah sekali ayah saya mencoba untuk meroko saat rokok salah seorang tamu tertinggal. Mereknya Bentoel, ya itu lekat di ingatan saya. Saat itu juga, papa saya langsung terbatuk-batuk dan memberikan rokok itu pada seseorang yang saya lupa siapa.

Lalu masa kanak-kanak saya, dimana teman-teman saya penasaran untuk tahu bagaimana rasa rokok. Saya dengan sok yakin saat itu bilang kalau saya mau jadi atlet, jadi gak mau ngerokok. Ya, hobi saya bermain sepakbola memang saat itu membentuk saya untuk lebih menjaga diri saya dari hal-hal negatif. Walau orangtua saya gak pernah setuju saya mau jadi pemain sepakbola.

Teman-teman saya pada saat itu yang uang jajannya juga gak besar dan pastinya gak berani untuk beli rokok ke warung, karena sat itu kita masih duduk di bangku kelas 4-5 SD. Tau apa yang mereka lakukan untuk mencoba sensasi merokok? Mereka mengumpulkan puntung rokok dari jalanan, dan membakarnya. Tak peduli bekas mulut siapa, apa sudah terkena debu, atau mungkin sudah terinjak. Hal yang terlintas di benak saya saat itu, GILA ya. Cuma mau merokok, yang saat itu saya tahu gak sehat, sampe segitunya.

Keengganan saya untuk merokok pun saya coba tularkan ke teman-teman bermain sepakbola saya, terutama di rumah. Hal itu sempat berjalan mulus, sampai akhirnya kami sibuk dengan urusan sekolah masing-masing. SMP dan SMU berjalan membuat saya tidak terlalu banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman keil saya di rumah. Dan saya pun kecewa saat menemui mereka sudah merokok.

Walau saya tahu merokok adalah hak asasi mereka, tetap tergurat kekecewaan di hati saya. Soalnya saya merasa tak rela, mereka yang dapat dikatakan saya sayangi, merusak dirinya. Berbagai alasan di lontarkan, mulai faktor lingkungan, faktor kelaki-lakian, sampai faktor pikiran. Terserah, itu yang coba saya tanamkan. Tapi tetap itu tak mengobati kekecewaan saya.

Seiring jalannya tahun, semakin banyak hal-hal yang membuat saya semakin tidak akrab dengan rokok. Jujur, saya bukan mempermasalahkan gender. Tapi saya sebagai seorang pria, tidak suka melihat perempuan merokok. Bukan berarti saya tidak bisa berteman dengan mereka yang merokok, karena saya punya banyak teman perempuan yang merokok.

Hanya, buat saya rasa ketertarikan saya akan seorang perempuan cantik bisa luntur saat melihat mereka merokok. Mungkin karena saya memang sudah bersikap untuk menjauhi rokok sejak kecil. Sering saat nongkrong bareng teman-teman saya, melihat ada cewe cantik. Pertanyaan selanjutnya yang keluar dadri mulut saya, ngerokok gak? Itu otomatis yang terlintas di pikiran saya.

Saya tidak bermusuhan dengan mereka yang merokok, cuma saya tidak berteman dengan rokoknya. Jadi bayangkan apa yang saya rasakan saat menemukan seorang teman yang tak pernah terlintas di pikiran saya untuk merokok, dan sekarang dia merokok.

# Bukan maksud menggurui apalagi sok suci, cuma kadang kita lupa apa yang benar cocok untuk membantu kita menjalani hidup ini dengan baik.

Kawan, hentikanlah selagi bisa, sebelum penyesalan datang nantinya. =)