Kamis, 04 Februari 2016

Papa, sampai jumpa lagi...

Orang baik, itulah yang saya tangkap dari komentar teman, kerabat, dan sahabat Papa di hari terakhirnya di dunia. Hal yang sama terlontar dari saudara, tetangga, dan orang-orang yang bekerja di rumah. Semoga mereka dimuliakan dan doanya diterima oleh Allah SWT.

Saya sendiri punya cerita sendiri tentang Farchad Poeradisastra, papa saya. Sejak kecil, tanggung jawab jadi hal yang diajarkan dan dicontohkannya ke saya. Seingat saya, sepulang sekolah TK pada 30 Agustus 1989 saat adik saya lahir, papa bilang "Kamu sekarang sudah punya adik, jadi harus belajar tanggung jawab. Kamu harus "jaga" diri agar jauh dari hal negatif, karena yang rugi nanti kamu sendiri, bukan Papa Mama. Kamu bertanggung jawab akan masa depan mu sendiri". Kalimat inilah yang selalu teringat jadi pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, yang mungkin kadang mengarah ke suatu yang negatif. Hal ini juga yang menghindarkan saya dari rokok, narkoba, dan seks bebas.

Selain itu, salah satu kalimat yang juga saya ingat adalah, "Kita bukan orang kaya, jadi harus kerja keras, dan dapatin dengan cara yang halal". Karena masa kecilnya sulit, papa mau anaknya hidup lebih baik darinya, tapi tentunya dengan cara yang baik. Hal ini juga diusung mama, sehingga asa ini terjaga dengan baik.

Banyak kesukaan papa yang menurun ke saya, tapi pedas dan pijat refleksi mungkin yang paling signifikan. Terbiasa dengan cita rasa pedas di rumah, saya menggemari makanan pedas, bahkan saat papa sudah tidak boleh makan-makanan pedas lagi karena lambungnya tidak kuat. Sementara refleksi, awalnya dari kebiasaan pijat kalau keseleo saat main bola dan ikutan dipijat sama mak Eni(nenek2 pemijat ternama di pamulang tahun 90an). Setelah pijat refleksi mulai merambah seluruh pelosok kota, kami pun mencoba dan ketagihan. Sampai sekarang, setidaknya 1 bulan sekali saya pijat refleksi. Pijat refleksi ini juga yang jadi salah satu agenda wajib bersama papa saat saya yang jarang pulang ke Pamulang ini, pulang.

Salah satu penyesalan saya ketika beliau meninggal(kan kita), adalah belum menikah. Belum mampu memberinya cucu sampai saat akhirnya menutup mata. Papa memang tak pernah menanyakan kapan akan nikah, hanya mengingatkan jangan terlalu asik kerja, ya...jangan terlalu asik kerja. Semoga tahun depan aku sudah bisa membawa cucu Mu, nyekar ke Karet Bivak. Tapi yang pertama, cari istri dulu...😀

Pa, maaf jika Dikfa belum bisa bahagiain papa. Dikfa doain semoga Allah memuliakan papa di sisiNya. Sampai ketemu lagi di sana ya...