Selasa, 09 Oktober 2012

Strategi Lain Menuju Singgasana

Pernah dengar istilah penjilat?

Apa pendapat anda tentang strategi yang mereka ambil?

Ya, saya menyebutnya strategi. Karena mereka melakukan dengan maksud tertentu. Buat saya, mustahil hal ini dilakukan tanpa berharap mendapat imbalan atau keuntungan. Hal ini perlu saya tekankan di awal, karena ada beda yang nyata antara menghormati atasan dan mencari muka.

Menjadi penjilat bukan hal mudah (setidaknya buat saya), karena harus dilakukan dengan cara yang tepat. Sebab, tidak semua usaha menjilat itu berhasil lho. Kalau melihat sekeliling, memang sebagian dari rekan ada yang berhasil mendapatkan karir yang baik dari cara yang satu ini, tapi tak sedikit yang gagal.  Berbagai cara dilakukan, termasuk kadang merendahkan diri sendiri. Tapi apapun itu dengan tujuan mendapatkan "perhatian" yang lebih baik.

Buat saya, orang yang suka bersikap atas suatu masalah, sangat sulit untuk bisa melakukan hal semacam ini. Bahkan untuk menghormati atasan dalam menyampaikan opini saja saya harus menerima nasihat dari seorang senior terlebih dahulu. Ya, ceplas ceplos kadang membawa masalah, apalagi saat kita tak pernah tau dengan "siapa" kita berbicara.

Bukan sedikit orang yang mencari kesempatan meninggikan dan mendekatkan diri dengan pimpinan melalui membuka keburukan orang lain dengan tujuan menjatuhkan. Itu bukan cara yang baik menurut saya. Walau jujur, saya tak jarang mengeluhkan cara kerja rekan saya ke atasan, tujuannya agar mereka di tegur. Tapi itu saat masukan dari saya sudah tidak lagi didengar. Namun tujuan bukan untuk menjatuhkannya di depan atasan, saya cuma ingin perbaikan dan yang pasti tak mengambil keuntungan untuk persaingan prestasi.  Mungkin sebagian menilai, sama saja. Ya, sah-sah saja.

Menghormati atasan, membuat kita lebih mawas diri dalam menempatkan posisi dalam menghadapi suatu masalah. Tapi tidak berarti kita harus selalu setuju akan ide mereka, juga tidak melakukan hal yang di luar kewajiban saya. Contoh kecil, kalau makan bareng atasan wajar, tapi kalau melayaninya saat makan? Hmm..buat saya sih, berlebihan.

Kalau dilihat dari sisi atasan, wajar dia memilih orang yang "di kenal". Tapi bijak buat dia untuk mempertimbangkan kemampuan mereka yang dipilih.

Salah satu penyakit penjilat adalah jadi tak percaya diri, mau melakukan apa-apa kepikiran, nanti atasan seneng gak ya. Kalo gak punya mental seperti itu, bawa saja ide yang kita mau lakukan, diskusikan, maka kita bisa menemukan kesepakatan.

Kedua, mereka khawatir bila ada yang dekat dengan si atasan. Mungkin ketakutan kalah jago dalam menjilat. Kalo sudah begini yang di pikirkan bukan bagaimana meningkatkan kemampuan, tapi teknik menjilat kayak apalagi yang harus dilakukan. Di awal aja ilmunya kurang, eh gak belajar, awas makin ketahuan kemampuannya lho! =)

Ketiga, padahal udah dikasih posisi untuk di emban. Tapi karena mentalnya menjilat, boro-boro deh mikirin bawahannya. Mengamankan diri sendiri jadi hal utama yang di perhatikan. Kalo udah begini, hidup makin gak tenang deh. Soalnya, namanya anak buah tuh kalo kelihatan gak di perjuangkan oleh atasan gak ada sikap loyal. Mana ada yang mau maksimal kerja buat atasan yang gak bisa memperjuangkan nasib mereka. Jadi, perlu usaha lebih keras deh untuk menjilat atasannya untuk menutupi ketidakmampuan memimpin bawahannya.

Hayooo...hehe...saya yakin ketiga hal itu gak jadi maslah buat mereka yang memang sudah mencanangkan menjilat sebagai strategi. Toh nyatanya mereka lebih sukses di banding yang berusaha kerja dengan sebaik mungkin. Banyak tuh rekan saya yang kerjanya gak perlu di ragukan, tapi sayangnya kurang pintar menjilat.

Tapi, mungkin suatu saat mata dan hati akan terbuka untuk memilih mereka yang tepat, bukan yang ahli menjilat.