Menyaksikan acara di televisi,
yang paling menjadi perhatian adalah gambar. Walau televisi adalah media audio
visual, peranan gambar mutlak menjadi faktor yang mendominasi. Jadi buat saya,
walau saat itu di percaya menjadi reporter di Trans7, saya wajib bisa mengambil
gambar. Reporter mengambil gambar? Mengapa tidak?
Beruntung, program pertama saya
Laptop Si Unyil memberikan banyak kesempatan untuk bisa mempelajari cara
mengambil gambar. Alasannya, karena saat itu kami di wajibkan untuk menunggu
proses editing. Awalnya sih, rasa sebal ada. Soalnya, kita liputan dari pagi
sampai sore, lalu malam hari harus jaga editing apabila sedang di kerjakan,
atau sebaliknya. Malamnya jaga editing dan tetap harus berangkat liputan
paginya. Lelah? Pasti.
Tapi dari proses menunggu editing
itu, saya mulai mengerti gambar apa yang
dibutuhkan untuk sebuah cerita. Laptop Si Unyil menurut saya adalah salah satu
program terbaik untuk belajar gambar yang saya tahu. Kenapa? Karena program yang
di buat untuk anak ini harus menjelaskan dan menceritakan dengan jelas setiap
cerita yang ingin disampaikan melalui gambar. Saat belajar mengambil,
teman-teman kameraman saya sudah di haruskan bercerita melalui gambar. Tapi,
itu bukan hal yang mudah ternyata untuk mereka dan tentunya saya.
Saya belajar mengambil gambar
dari mereka yang juga masih belajar. Awalnya hanya mengambil stock shot. Ya,
mengambil gambar benda mati yang kemungkinan bear tidak digunakan untuk
tayangan kami saat itu. Tapi tidak ada masalah, karena saya cuma ingin bisa. Satu
langkah awal saya percaya akan membawa ke langkah-langkah selanjutnya.
Di program ini, kameraman di
tuntut untuk mengambil wide-medium-close up dari semua spot pengambilan gambar.
Tujuannya untuk menunjukkan secara jelas kegiatan yang di jelaskan. Juga yang
tak boleh lupa adalah detail-detail (extreme close up) pada kegiatan yang
perlu. Menurut penjelasan dari bagian riset, anak-anak suka gambar yang close
up dan detail.
Bulan demi bulan, saya pun mulai
di percaya untuk mengambil bukan sekedar stock shot. Tapi juga mengambil
sequence dari sebuah kegiatan. Terus menemani editing dan belajar dari
teman-teman saya Aris, Windah, Angga, dan, Tebe membuat saya bisa mengasah
skill mengambil gambar saya. Seiring waktu, mereka pun mulai tidak keberatan
untuk bergantian mengambil gambar dengan saya. Ya, memberikan kesempatan pada
saya untuk bisa belajar lebih.
Tapi ternyata aksi diam-diam saya
mengambil gambar, ketahuan juga. Almarhum WDT, yang saat itu menjadi associate
produser kami, menegur saya. “Lu jangan ngambil gambar dong. Keenakan
campersnya. Dan gw tau ini bukan angle ngambil gambarnya gaya dia”. Tapi dia
tidak marah pada saya setelah itu, tapi memberitahu kekurangan gambar saya apa,
dan kita berdiskusi soal gambar.
Tahun demi tahun, saat kameraman
baru mulai masuk, saya pun dapat kepercayaan lebih dari atasan untuk liputan
bersama mereka sekaligus mengawasi gambarnya. It’s feels great! Seorang
reporter di beri kepercayaan untuk mengawal gambar teman-teman baru di
lapangan. Bahkan tak jarang saya menggantikan mengambil gambar saat liputan
sudah berkejaran dengan waktu.
Bukan cuma itu, saya juga sempat
menggantikan kameraman saya mengambil gambar saat sakit di luar kota. Andai
saya tak bisa mengambil gambar, tentu ceritanya lain, dan saya bersyukur
karenanya.
Bisa mengambil gambar ternyata
juga berguna buat saya seorang reporter saat menentukan alur cerita. Saya jadi
tahu apa itu gambar yang menarik untuk membuka paket dan tahu saat bercerita
gambarnya memungkin atau tidak.
Seiring perjalanan saya berpindah
program, saya menemukan banyak orang yang jago mengambil gambar dan saya
belajar dari mereka. Belajar bisa dengan berdiskusi, bertanya, mengamati, dan
mendengarkan penjelasan mereka.
.jpg)
Juga dari beberapa teman yang cara mengambil
gambarnya cukup unik dan bisa menambah pengetahuan saya, seperti Angga dengan
mau usaha maksimal untuk mendapatkan gambar terbaik, Tebe dengan menyusun
cerita gambar yang rapi, Rendro dengan eksplorasi gambarnya, Jay dengan gambar
moving ala taichi-nya, dan masih banyak lagi.
Walau saya akui, sampai saat ini
saya belum mahir mengambil gambar. Tapi saya masih punya banyak kesempatan
belajar. Di kantor baru saya, Net Mediatama saya juga menemukan beberapa orang
yang jago mengambil gambar. Jadi, saya siap belajar lagi.